Rabu, 29 Mei 2013

TUGAS dan WEWENANG BPSK

    • Tugas dan Wewenang BPSK

Tugas dan wewenang BPSK dalam rangka menjalankan fungsinyasebagai badan yang menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan adalah sebagai berikut :

  1.  Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Konsiliasi,  Mediasi atau Arbitrase;
  2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
  3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
  4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen;
  5. Menerima pengaduan baik tertulis atau tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
  7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  8. Memanggil dan menghadirkan saksi-saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen.
  9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada poin 7, dan 8, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);
  10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat dan/atau pemeriksaan;
  11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
  12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  13. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen. 

 

FUNGSI dan PERANAN BPSK

  •    Latar Belakang

Berdasarkan GBHN Tahun 1999, nampak jelas  bahwa penyelenggaraan negara telah menetapkan, bahwa perlindungan konsumen merupakan bagian yang perlu mendapat perhatian dalam usaha pembangunan disektor perekonomian.

Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha, sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/ atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas mutu, jumlalh dan keamanan barang dan/ atau jasayang diperoleh baik dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.

Perlindungan terhadap masyarakat khususnya konsumen, adalah menjadi salah satu kewajiban dari pemerintah sesuai dengan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam UUD ’45, dan secara jelas dinyatakan dalam alinia 4.

“……… untuk melindungi segenaf bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia ……….”
Selanjutnya jaminan terhadap konsumen dijabarkan dalam pasal 27 ayat 2  UUD ‘45“…… Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan perlindungan yang layak bagi kemanusiaan……”.

Penjelasan pasal 27 ayat 2  UUD ‘45 :

“ketentuan ini mengenai hak warga negara, ini menunjukan hak yang luas meliputi lahir dan bathin, mengenai hak-hak warga Negara yang menjamin agar ia dapat hidup sebagaimana manusia seutuhnya. Bukan hanya meliputi hak-hak yang bersifat psikis seperti hak mendapat kan perasaan aman dari segala gangguan, untuk mendapatkan penerangan agar yang bersangkutan memperoleh pengetahuan yang benar tentang segala barang dan/ atau jasa yang ditawarkan kepadanya.”

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen        (UU-PK) telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 20 April 1999 dan telah berlaku secara efektif pada tanggal 20 April 2000.
Lahirnya UU-PK tersebut dilatarbelakangi oleh adanya globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi dan informatika dan dapat memperluas ruang gerak transportasi barang dan/ atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara.

Sedangkan disisi lain kemajuan dan kesadaran konsumen masih rendah sehingga terjadi tidak keseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha. Ketidakseimbangan dimaksud diperberat dengan masih rendahnya tingkat kesadaran, kepedulian dan rasa tanggungjawab pelaku usaha tentang perlindungan konsumen baik didalam memproduksi, memperdagangkan maupun mengiklankan. Perlindungan  konsumen pada hakekatnya adalah segala upaya untuk menjamin adanya kepastian hukum.

Beradasarkan kebijakan pola dasar pembangunan Kabupaten Bandung Tahun 2005, yaitu mengembangkan system ekonomi yang bertumpu pada makanisme pasar dan jaminan adanya prinsip persaingan usaha yang sehat dan perlindungan hak-hak konsumen sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Mengacu pada pola dasar dimaksud, diharapkan diberlakukannya UU-PK para pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya menempatkan konsumen tidak semata-mata menjadi target pasar, tetapi merupakan jaminan pasar dalam jangka panjang, yang pada gilirannya perlindungan konsumen dapat dan merebut pasar dalam era globalisasi.


  •  Dasar Hukum Perlindungan terhadap Konsumen

Adanya ketidak seimbangan kedudukan konsumen dan pelaku usaha baik ditinjau dari segi ekonomi maupun teknis, sangat perlu dijembatani melalui berbagai upaya diantaranya melalui gerakan perlindungan konsumen.

Diciptakan berbagai perangkat kelembagaan dan hukum serta upaya lainnya yang bertujuan agar konsumen dapat mengkonsumsi suautu barang/ jasa yang diinginkannya secara aman dan terlindungi, sebagai dasar hukum perlindungan terhadap konsumen, sebagai berikut :

  1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
  2. Peraturan Pemerintah No. 57/2001 Tentang BPKN
  3. Peraturan Pemerintah No. 58/2001 Tentang Pembinaan Pengawasan  penyelengaraan Perlindungan  Konsumen
  4. Peraturan Pemerintah No. 59/2001 Tentang LPKSM
  5. Keputusan Presiden No. 90/2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
  6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 301/MPP/Kep/10/2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
  7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 302/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001 Tentang Pendaftaran LPKSM
  8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan  No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tanggal 10 Desember 2001 Tentang Tugas dan Wewenang BPSK
  9. Surat Keputusan Walikota Bandung No. 500/Kep- 495 Ek/2001 Tanggal 4 April 2002 tentang Tim Pemilihan Anggota BPSK Kota Bandung.
  10. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.605/MPP/Kep/8/2002 Tanggal 29 Agustus 2002 Tentang Pengangkatan Anggota BPSK
  11. Berita Acara Pelantikan BPSK Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun 2006 oleh Bupati Kabupaten Bandung
  •  PERANAN BPSK
Keberadaan BPSK dalam bilangan usia relative muda, harus menanggung beban yang sangat berat, ditambah lagi cakupan layanan yang tidak dibatasi oleh territorial. Karena menurut ketentuan (Keppres No. 90/2001) Konsumen dalam hal ini dapat mengadu/ mengajukan permohonan pengaduan kepada BPSK yang terdekat, sepanjang ditempat konsumen berada belum terbentuk/ ada BPSK.
Kasus-kasus yang masuk ke BPSK, dapat dikategorikan kedalam kategori sbb :

  1. Kasus yang masuk dapat diproses/ diselesaikan.
  2. Kasus yang masuk kemudian dselesaikan secara mandiri (ada yang melapor/ tidak hasilnya mencabut gugatannya).
  3.  Ditolak karena bukan kewenangan BPSK.
  4. kasus memenuhi syarat untuk diselesaikan dalam persidangan, akan tetapi tertunda karena ada keterlibatan dengan instansi teknis lainnya