Berdasarkan GBHN Tahun 1999,
nampak jelas bahwa penyelenggaraan negara
telah menetapkan, bahwa perlindungan konsumen merupakan bagian yang perlu mendapat
perhatian dalam usaha pembangunan disektor perekonomian.
Pembangunan perekonomian
nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha,
sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/ atau jasa yang memiliki
kandungan teknologi yang dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat
banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas mutu, jumlalh dan keamanan
barang dan/ atau jasayang diperoleh baik dari perdagangan tanpa mengakibatkan
kerugian konsumen.
Perlindungan terhadap masyarakat
khususnya konsumen, adalah menjadi salah satu kewajiban dari pemerintah sesuai
dengan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam UUD ’45, dan secara jelas
dinyatakan dalam alinia 4.
“……… untuk melindungi segenaf bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia ……….”
Selanjutnya jaminan terhadap
konsumen dijabarkan dalam pasal 27 ayat 2
UUD ‘45“…… Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan perlindungan yang layak bagi kemanusiaan……”.
Penjelasan
pasal 27 ayat 2 UUD ‘45 :
“ketentuan ini mengenai hak
warga negara, ini menunjukan hak yang luas meliputi lahir dan bathin, mengenai
hak-hak warga Negara yang menjamin agar ia dapat hidup sebagaimana manusia
seutuhnya. Bukan hanya meliputi hak-hak yang bersifat psikis seperti hak
mendapat kan
perasaan aman dari segala gangguan, untuk mendapatkan penerangan agar yang
bersangkutan memperoleh pengetahuan yang benar tentang segala barang dan/ atau
jasa yang ditawarkan kepadanya.”
Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen (UU-PK) telah disahkan dan diundangkan
pada tanggal 20 April 1999 dan telah berlaku secara efektif pada tanggal 20
April 2000.
Lahirnya UU-PK tersebut dilatarbelakangi oleh
adanya globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi
dan informatika dan dapat memperluas ruang gerak transportasi barang dan/ atau
jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara.
Sedangkan
disisi lain kemajuan dan kesadaran konsumen masih rendah sehingga terjadi tidak
keseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha. Ketidakseimbangan dimaksud
diperberat dengan masih rendahnya tingkat kesadaran, kepedulian dan rasa
tanggungjawab pelaku usaha tentang perlindungan konsumen baik didalam
memproduksi, memperdagangkan maupun mengiklankan. Perlindungan konsumen pada hakekatnya adalah segala upaya
untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Beradasarkan
kebijakan pola dasar pembangunan Kabupaten Bandung Tahun 2005, yaitu
mengembangkan system ekonomi yang bertumpu pada makanisme pasar dan jaminan
adanya prinsip persaingan usaha yang sehat dan perlindungan hak-hak konsumen
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengacu
pada pola dasar dimaksud, diharapkan diberlakukannya UU-PK para pelaku usaha
dalam melakukan kegiatan usahanya menempatkan konsumen tidak semata-mata
menjadi target pasar, tetapi merupakan jaminan pasar dalam jangka panjang, yang
pada gilirannya perlindungan konsumen dapat dan merebut pasar dalam era
globalisasi.
- Dasar Hukum Perlindungan
terhadap Konsumen
Adanya ketidak seimbangan
kedudukan konsumen dan pelaku usaha baik ditinjau dari segi ekonomi maupun
teknis, sangat perlu dijembatani melalui berbagai upaya diantaranya melalui
gerakan perlindungan konsumen.
Diciptakan berbagai perangkat
kelembagaan dan hukum serta upaya lainnya yang bertujuan agar konsumen dapat
mengkonsumsi suautu barang/ jasa yang diinginkannya secara aman dan
terlindungi, sebagai dasar hukum perlindungan terhadap konsumen, sebagai
berikut :
- Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999
- Peraturan
Pemerintah No. 57/2001 Tentang BPKN
- Peraturan
Pemerintah No. 58/2001 Tentang Pembinaan Pengawasan penyelengaraan Perlindungan Konsumen
- Peraturan
Pemerintah No. 59/2001 Tentang LPKSM
- Keputusan
Presiden No. 90/2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK)
- Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 301/MPP/Kep/10/2001 Tentang
Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
- Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 302/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 24
Oktober 2001 Tentang Pendaftaran LPKSM
- Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tanggal 10 Desember 2001 Tentang Tugas dan
Wewenang BPSK
- Surat
Keputusan Walikota Bandung No. 500/Kep- 495 Ek/2001 Tanggal 4 April 2002
tentang Tim Pemilihan Anggota BPSK Kota Bandung.
- Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.605/MPP/Kep/8/2002 Tanggal 29 Agustus
2002 Tentang Pengangkatan Anggota BPSK
- Berita Acara
Pelantikan BPSK Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun 2006 oleh Bupati Kabupaten
Bandung
Keberadaan
BPSK dalam bilangan usia relative muda, harus menanggung beban yang sangat
berat, ditambah lagi cakupan layanan yang tidak dibatasi oleh territorial.
Karena menurut ketentuan (Keppres No. 90/2001) Konsumen dalam hal ini
dapat mengadu/ mengajukan permohonan pengaduan kepada BPSK yang terdekat,
sepanjang ditempat konsumen berada belum terbentuk/ ada BPSK.
Kasus-kasus
yang masuk ke BPSK, dapat dikategorikan kedalam kategori sbb :
- Kasus
yang masuk dapat diproses/ diselesaikan.
- Kasus yang masuk kemudian dselesaikan secara mandiri (ada yang melapor/ tidak
hasilnya mencabut gugatannya).
- Ditolak karena bukan kewenangan BPSK.
- kasus
memenuhi syarat untuk diselesaikan dalam persidangan, akan tetapi tertunda karena
ada keterlibatan dengan instansi teknis lainnya