~ DIREKTORAT LPKN
Rabu, 12 Juni 2013
Rabu, 29 Mei 2013
TUGAS dan WEWENANG BPSK
- Tugas dan Wewenang BPSK
Tugas dan wewenang BPSK dalam rangka
menjalankan fungsinyasebagai badan yang menangani dan menyelesaikan sengketa
konsumen diluar pengadilan adalah sebagai berikut :
- Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Konsiliasi, Mediasi atau Arbitrase;
- Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
- Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
- Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen;
- Menerima pengaduan baik tertulis atau tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
- Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- Memanggil dan menghadirkan saksi-saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen.
- Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada poin 7, dan 8, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);
- Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat dan/atau pemeriksaan;
- Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
- Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen.
FUNGSI dan PERANAN BPSK
- Latar Belakang
Berdasarkan GBHN Tahun 1999,
nampak jelas bahwa penyelenggaraan negara
telah menetapkan, bahwa perlindungan konsumen merupakan bagian yang perlu mendapat
perhatian dalam usaha pembangunan disektor perekonomian.
Pembangunan perekonomian
nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha,
sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/ atau jasa yang memiliki
kandungan teknologi yang dapat menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat
banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas mutu, jumlalh dan keamanan
barang dan/ atau jasayang diperoleh baik dari perdagangan tanpa mengakibatkan
kerugian konsumen.
Perlindungan terhadap masyarakat
khususnya konsumen, adalah menjadi salah satu kewajiban dari pemerintah sesuai
dengan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam UUD ’45, dan secara jelas
dinyatakan dalam alinia 4.
“……… untuk melindungi segenaf bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia ……….”
Selanjutnya jaminan terhadap
konsumen dijabarkan dalam pasal 27 ayat 2
UUD ‘45“…… Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan perlindungan yang layak bagi kemanusiaan……”.
Penjelasan
pasal 27 ayat 2 UUD ‘45 :
“ketentuan ini mengenai hak
warga negara, ini menunjukan hak yang luas meliputi lahir dan bathin, mengenai
hak-hak warga Negara yang menjamin agar ia dapat hidup sebagaimana manusia
seutuhnya. Bukan hanya meliputi hak-hak yang bersifat psikis seperti hak
mendapat kan
perasaan aman dari segala gangguan, untuk mendapatkan penerangan agar yang
bersangkutan memperoleh pengetahuan yang benar tentang segala barang dan/ atau
jasa yang ditawarkan kepadanya.”
Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen (UU-PK) telah disahkan dan diundangkan
pada tanggal 20 April 1999 dan telah berlaku secara efektif pada tanggal 20
April 2000.
Lahirnya UU-PK tersebut dilatarbelakangi oleh
adanya globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi
dan informatika dan dapat memperluas ruang gerak transportasi barang dan/ atau
jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara.
Sedangkan
disisi lain kemajuan dan kesadaran konsumen masih rendah sehingga terjadi tidak
keseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha. Ketidakseimbangan dimaksud
diperberat dengan masih rendahnya tingkat kesadaran, kepedulian dan rasa
tanggungjawab pelaku usaha tentang perlindungan konsumen baik didalam
memproduksi, memperdagangkan maupun mengiklankan. Perlindungan konsumen pada hakekatnya adalah segala upaya
untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Beradasarkan
kebijakan pola dasar pembangunan Kabupaten Bandung Tahun 2005, yaitu
mengembangkan system ekonomi yang bertumpu pada makanisme pasar dan jaminan
adanya prinsip persaingan usaha yang sehat dan perlindungan hak-hak konsumen
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengacu
pada pola dasar dimaksud, diharapkan diberlakukannya UU-PK para pelaku usaha
dalam melakukan kegiatan usahanya menempatkan konsumen tidak semata-mata
menjadi target pasar, tetapi merupakan jaminan pasar dalam jangka panjang, yang
pada gilirannya perlindungan konsumen dapat dan merebut pasar dalam era
globalisasi.
- Dasar Hukum Perlindungan terhadap Konsumen
Adanya ketidak seimbangan
kedudukan konsumen dan pelaku usaha baik ditinjau dari segi ekonomi maupun
teknis, sangat perlu dijembatani melalui berbagai upaya diantaranya melalui
gerakan perlindungan konsumen.
Diciptakan berbagai perangkat
kelembagaan dan hukum serta upaya lainnya yang bertujuan agar konsumen dapat
mengkonsumsi suautu barang/ jasa yang diinginkannya secara aman dan
terlindungi, sebagai dasar hukum perlindungan terhadap konsumen, sebagai
berikut :
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
- Peraturan Pemerintah No. 57/2001 Tentang BPKN
- Peraturan Pemerintah No. 58/2001 Tentang Pembinaan Pengawasan penyelengaraan Perlindungan Konsumen
- Peraturan Pemerintah No. 59/2001 Tentang LPKSM
- Keputusan Presiden No. 90/2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 301/MPP/Kep/10/2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 302/MPP/Kep/10/2001 Tanggal 24 Oktober 2001 Tentang Pendaftaran LPKSM
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tanggal 10 Desember 2001 Tentang Tugas dan Wewenang BPSK
- Surat Keputusan Walikota Bandung No. 500/Kep- 495 Ek/2001 Tanggal 4 April 2002 tentang Tim Pemilihan Anggota BPSK Kota Bandung.
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.605/MPP/Kep/8/2002 Tanggal 29 Agustus 2002 Tentang Pengangkatan Anggota BPSK
- Berita Acara Pelantikan BPSK Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun 2006 oleh Bupati Kabupaten Bandung
- PERANAN BPSK
Keberadaan
BPSK dalam bilangan usia relative muda, harus menanggung beban yang sangat
berat, ditambah lagi cakupan layanan yang tidak dibatasi oleh territorial.
Karena menurut ketentuan (Keppres No. 90/2001) Konsumen dalam hal ini
dapat mengadu/ mengajukan permohonan pengaduan kepada BPSK yang terdekat,
sepanjang ditempat konsumen berada belum terbentuk/ ada BPSK.
Kasus-kasus
yang masuk ke BPSK, dapat dikategorikan kedalam kategori sbb :
- Kasus yang masuk dapat diproses/ diselesaikan.
- Kasus yang masuk kemudian dselesaikan secara mandiri (ada yang melapor/ tidak hasilnya mencabut gugatannya).
- Ditolak karena bukan kewenangan BPSK.
- kasus memenuhi syarat untuk diselesaikan dalam persidangan, akan tetapi tertunda karena ada keterlibatan dengan instansi teknis lainnya
Langganan:
Postingan (Atom)